Minggu, 25 Desember 2016

The Indonesian Detective Series: 2. Bloody Tragedy in Perry's Bookstore (Part 1)

The Indonesian Detective Series

Tragedi Berdarah di Perry’s Bookstore (Part 1)

Perry's Bookstore

                Siang itu, cahaya matahari di daerah Jakarta Selatan, seakan memanggil Mario untuk memasuki sebuah toko buku yang bernama Perry’s Bookstore. Dengan luas bangunan yang hampir seluas lapangan basket dan penuh dengan beraneka ragam buku dari segala penjuru Indonesia. Toko ini selalu ramai didatangi para pencinta buku sejati, karena terkenal dengan kenyamanan untuk para pembaca.
                Kaca tebal nan kokoh dihiasi dengan garisan putih elegan yang mengapit pintu masuk, seakan mengajak para pengunjung untuk memasuki toko buku menarik pandangan mata ini. Udara yang sejuk menghembus badan Mario ketika mendorong pintu masuk, membuat ia terpaku untuk melihat dengan seksama ruangan toko buku ini. Dari sebelah kanan pandangnya hingga ke tengah, tersusun rapi buku-buku dirak buku sesuai kategorinya. Dari tengah pandangnya hingga sebelah kiri, terlihat para remaja yang sedang melihat alat musik dan tempat mainan anak yang dipenuhi bocah-bocah kecil ingin tahu itu.
                Langkah kaki Mario menuntunnya untuk bergegas menuju rak buku komik diujung kanan ruangan toko buku ini. Keringat yang telah bercucuran dikeningnya karena berdesakan dengan tiga orang otaku lain untuk memperebutkan komik Detective Konan! tidak terbuang sia-sia. Dengan bangga ia berjalan membusungkan badan kearah meja kasir Perry’s Bookstore.
                “Kyaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!!!” terdengar teriakan kencang seorang wanita.
                Wanita itu jatuh terjengkang ke belakang diselosor rak majalah, teriakannya itu diikuti dengan isak tangis yang pilu sambil menunjuk sebuah lorong kecil dipojok toko buku ini.
Hembusan angin yang menembus wajah Mario ketika ia berlari dengan cepat ke asal suara wanita itu, membuat semua orang mulai memasang muka penasaran dengan apa yang telah terjadi dilokasi tersebut. Ternyata wanita itu melihat seorang Pegawai Perry’s Bookstore tergeletak di Ruang Staff dengan noda darah yang memenuhi bagian perut kemeja korban. Dengan sigap Mario memegang denyut nadi ditangan korban, namun ia tidak merasakan denyutan nadi tanda jantung masih bekerja.
“Telepon ambulan dan polisi ke tempat ini sekarang! Beritahu mereka telah terjadi pembunuhan disini! Dan satu lagi, beritahu satpam toko ini untuk tidak membiarkan seorangpun keluar atau masuk ke dalam tempat ini sampai polisi tiba! Tetapi, jangan beritahu para pengunjung kalau telah terjadi kasus pembunuhan, beritahu kalau terjadi sebuah tragedi tak terduga saja agar mereka tidak panik. Kemungkinan besar pelaku masih berada ditoko ini, karena hawa tubuh korban masih hangat. Jadi, waktu kejadian pembunuhan ini masih belum lama terjadi!” Teriak Mario dengan jelas kepada salah seorang Penjaga Kasir di Perry’s Bookstore yang sedang berada dimeja kasir nomor tiga.
Tanpa pikir panjang karena penjelasan dari Mario cukup meyakinkan, Sang Penjaga Kasir toko buku ini pun menghubungi polisi dan ambulan untuk segera datang ke tempat ini. Dua orang satpam pun sudah berdiri tegap tepat disebelah pintu masuk Perry’s Bookstore dengan mimik muka tegas layaknya ‘Polisi Militer’. Dengan adanya kejadian ini, Mario pun menghubungi sobatnya, Adam. Ia menjelaskan kejadian yang sedang terjadi ditempat ini dengan rinci, dan meminta Adam untuk bergegas ke Tempat Kejadian Pembunuhan (TKP).
Para pengunjung terlihat panik, histeris dan kebingungan, karena mereka ditahan ditoko ini dan tidak diperbolehkan pulang tanpa sebab yang begitu jelas. Tetapi, Asisten Manajer dengan ramah dan sopan menjelaskan kepada mereka untuk tetap tenang hingga polisi datang ke Perry’s Bookstore melalui pengeras suara. Rengutan dahi Mario terlihat dimukanya, ia merasa masih ada sesuatu yang janggal dari mayat itu.
“Braaaaak!!!” Suara bantingan keras pintu terdengar.
“Ternyata kamu sudah duluan kesini Mario! Sudah lama kita tak berjumpa, saya tidak menyangka kita akan dipertemukan dikejadian semacam ini lagi.” Sapaan yang tegas nan hangat dari Inspektur Polisi.
“Yaaaaah, kebetulan saja saya sedang membeli buku ditoko ini Pak. Tapi, ini bukanlah saat yang tepat untuk berbincang-bincang hangat. Karena pelaku pembunuhan ini masih berkeliaran ditoko ini dengan senyum jahatnya.” Jawab Mario pedas dengan muka serius.
“Kamu benar nak, saya akan memberitahu bawahanku untuk mengidentifikasi mayat korban.” Tukas Inspektur itu dengan senyum yang hilang.
Korban pembunuhan ini adalah Axel Fernandi (25 Tahun) jabatan kerja sebagai Kepala Pegawai Perry’s Bookstore. Korban meninggal dunia karena kehabisan darah setelah ditusuk dengan sebuah senjata tajam dibagian perut, kematian korban diperkirakan terjadi pada pukul 13.00, pada hari Sabtu, tanggal 24 Desember 2016. Saksi mata pertama, adalah Nadya Perry selaku Manajer Perry’s Bookstore sekaligus kekasih korban.
Sulitnya menemukan tersangka lain pada pembunuhan Axel diantara para pengunjung dan pegawai ini terlihat jelas dari mimik wajah Inspektur Polisi yang gelisah. Dengan wajah yang penuh harapan, akhirnya ia pun mendekati Mario yang sedang mengamati sekeliling toko buku ini.
Pandangan Mario tertuju pada satu titik toko, yaitu pintu masuk. Dengan tatapan berbinar-binar dan diikuti dengan senyum kecilnya, ia menemukan sebuah peluang untuk memancing tersangka lainnya dalam kasus pembunuhan ini.
“Nak, bagaimana kita menemukan tersangka pembunuhan ini? Banyaknya pengunjung dan pegawai membuat hal ini makin sulit. Belum lagi, para pengunjung sudah meminta untuk dipulangkan karena tidak mengetahui penyebab mereka ditahan ditoko ini.” Keluh Inspektur dengan gelisah.
“Tepat pada waktunya Pak! Saya sudah menemukan sebuah cara untuk memancing tersangka untuk menunjukkan taringnya dan keluar dari persembunyian. Tapi, sebelum itu, saya butuh bantuan Pak Inspektur untuk melakukannya.” Jawab Mario, diikuti dengan bisikan rencananya ke telinga Inspektur.
“Baiklah! Saya sependapat denganmu nak!” Senyum Inspektur mulai terlihat dibibirnya.
Inspektur berjalan dengan gagah kearah meja kasir, mengambil mik pengeras suara dan berkata dengan tegas. “Mohon maaf atas ketidak nyamanan anda karena kami sudah menahan anda disini, untuk para pengunjung Perry’s Bookstore dipersilahkan untuk pulang ke rumah masing-masing. Terima kasih atas kerja sama anda sebelumnya.”
“Bagaimana jika pelakunya berada diantara para pengunjung ini !!??” Bantah Tora (Pegawai Perry’s Bookstore) dengan emosi diwajahnya.
“Saya setuju dengan anda! Bagaimana kalau sekalian saja kita pulangkan para pegawai ditoko ini juga?” Balas Mario dengan senyum imutnya.
“Lebih baik seperti itu! Karena sangat kecil kemungkinannya untuk menemukan pelaku diantara banyaknya pengunjung dan pegawai ini.” Jawab Ilham (Pegawai Perry’s Bookstore) melengkapi bantahan Tora.
“Ini perintah polisi! Keputusan ini sudah bulat! Untuk para pengunjung dimohon untuk segera meninggalkan tempat ini sekarang juga!!” Bentak Inspektur tegas.
Disaat para polisi membukakan jalan keluar untuk para pengunjung, agar mereka bisa keluar dengan cepat dan tertib dari tempat ini. Bertepatan dengan pengunjung terakhir keluar dari toko ini, tiba-tiba saja seorang pemuda berjalan ketengah panggung sandiwara ini dengan senyum kecil diwajah tampannya.
“Oke! Berarti kita sudah menemukan dua tersangka lainnya dari kasus pembunuhan ini!” Pemuda itu berkata dengan lantang.
“Mengapa saya menjadi tersangka pembunuhan!?” Bentak Tora tidak terima.
“Tenang sobat! tersangka pembunuhan belum tentu menjadi pelaku pembunuhan juga. Tapi, kalau anda mengelak seperti ini, Inspektur akan lebih mencurigai anda loh!” Senyum kecil melengkapi jawaban pemuda itu.
“T, tapi, kenapa saya yang dituduh menjadi tersangka pembunuhan ini? Bisa saja pelakunya berada diantara para pengunjung tadi!” Kerutan dahi mulai terlihat diwajah Tora.
“Di dekat pintu masuk toko buku ini dilengkapi dengan alat pendeteksi logam bukan? Tidak mungkin pengunjung yang membawa senjata tajam berbahan logam seperti pisau atau pistol dapat melewati alat itu, karena tas dan barang bawaan pengunjung sudah dititipkan terlebih dahulu ditempat penitipan barang. Lalu seandainya seseorang pengunjung membawa senjata tajam ditubuhnya, pasti alat itu akan mengeluarkan bunyi ‘beep beep beep’ ketika ia lewat dan satpam pasti akan bergegas memeriksa tubuhnya. Oleh karena itu, kemungkinan besar tersangka pembunuhan ini berasal dari para pegawai Perry’s Bookstore itu sendiri.” Balas pemuda itu dengan rinci.
“Lalu, mengapa hanya kami berdua yang menjadi tersangka pembunuhan dalam kasus ini? Bukankah masih ada pegawai lainnya?” Gugat Ilham tidak terima.
“Karena yang mengetahui tragedi pembunuhan ini seharusnya hanya empat orang bukan? Mereka adalah Nadya, Sang Penjaga Kasir meja nomor tiga, dan dua orang Satpam. Jadi, darimana kalian tahu kalau ada kasus pembunuhan ditoko ini?” Balas Mario dengam senyum kecilnya.
“Ah, itu, saya mendengar teriakan seorang wanita. Lalu saya langsung bergegas ke lokasi suara tersebut, dan tanpa sengaja berpapasan dengan Tora ketika berlari kearah sana.” Jelas Ilham singkat.
“Ya! Apa yang dikatakan Ilham benar! Saya berpapasan dengannya ketika berlari ke lokasi, anda bisa bertanya ke penjaga kasir itu. Karena Jordi melihat kita berdua sedang berlari kearah yang sama, dan melihat mayat Axel itu.” Tambah Tora untuk meyakinkan.
“I, iya, mereka benar, saya melihat mereka berdua berlari ke lokasi tersebut.” Jawab Jordi. (Penjaga Kasir meja nomor tiga Perry’s Bookstore)
Ketika panggung sandiwara ini sedang panas-panasnya berlangsung, Inspektur polisi berjalan dengan dada busungnya kearah pemuda sebelumnya tanpa peduli dengan perdebatan yang barusan telah terjadi. Ia menatap muka pemuda itu bagaikan melihat sosok asing, tetapi pernah ia lihat sebelumnya.
“Kamu ini siapa nak?? Kamu bocah yang waktu itu ya?” Tanya Inspektur dengan muka bingung.
“Iya, Pak Inspektur benar sekali! Saya adalah pemuda tampan yang sangat menyukai kasus misteri seperti ini. Lebih tepatnya, saya adalah sobatnya Mario. Dia memanggilku untuk membantu menyelesaikan kasus pembunuhan ini, agar bisa menemukan pelakunya dengan cepat.” Jawab Adam dengan senyum sumringah.
“Oh, ternyata kamu toh! Pantas saja aku seperti pernah melihatmu sebelumnya nak.” Jawab Inspektur tenang.
“Hahahahaha… Kemunculanmu selalu membuat orang kaget ya! Sebelum itu, bagaimana kamu bisa masuk ke toko ini? Padahal aku sudah memberitahu satpam toko ini untuk tidak memperbolehkan seorangpun masuk kecuali petugas polisi dan ambulan.” Tanya Mario sambil menepuk pundak Adam.
“Aku hanya bilang kalau aku adalah Asisten Pribadi kamu, dan mereka membiarkanku masuk dengan mudah! Hahahahaha” Ejek Adam diikuti dengan tawa lebarnya.
“Oke! Mari kita pecahkan kasus ini secepatnya!” Kobaran semangat memenuhi jawaban Mario.
                “Nadya, Tora, Ilham, dan Jordi saya minta kerja sama dari kalian untuk menjawab beberapa pertanyaan dari saya.” Jelas Inspektur dengan tegas.
                Ketika mereka berempat sedang diinterogasi oleh Inspektur, Mario dan Adam terlihat sibuk dengan dunia mereka sendiri. Mario mulai memeriksa setiap sudut toko ini untuk mengetahui letak-letak tempat CCTV di Perry’s Bookstore, sedangkan Adam hanya bolak-balik memperhatikan dengan detil kondisi mayat korban sebelum ambulan tiba untuk mengangkatnya. Karena mereka masih belum mendapatkan barang bukti ataupun trik pembunuhan yang digunakan pelaku, kemudian mereka memutuskan untuk kembali ke tempat Inspektur untuk mengetahui informasi lebih lanjut.
                Dari data informasi yang telat didapat oleh Inspektur setelah melakukan interogasi kepada para tersangka dengan menanyakan kegiatan mereka pada pukul 12.00 hingga 13.00, serta kegiatan yang Alex lakukan seminggu terakhir ini. Inspektur dapat menyimpulkan bahwa tersangka kasus pembunuhan ini ada tiga orang, karena mereka kurang memiliki alibi yang kuat, mereka adalah:
                Tersangka pertama adalah Nadya Perry (24 Tahun) jabatan kerja sebagai Manajer sekaligus anak dari Pengelola Perry’s Bookstore, hubungan dengan korban sebagai kekasih. Dari pukul 12.00 hingga 12.55, ia sibuk diruang kerjanya untuk menyelesaikan pekerjaannya seorang diri, yaitu mencatat pengeluaran dan pemasukan keuangan Perry’s Bookstore pada bulan Desember. Pukul 12.55 hingga 13.00 ia keluar dari ruang kantornya menuju ke ruang staff. Ia memberi tahu bahwa selama seminggu terakhir ini, Alex memang lebih sering pulang larut malam karena memiliki pekerjaan tambahan untuk membantu ibunya berjualan didaerah rumahnya.
                Tersangka kedua adalah Tora Ali (25 Tahun) jabatan kerja sebagai Pegawai Pemeriksaan Buku Baru di Perry’s Bookstore, hubungan dengan korban sebagai teman hang out. Dari pukul 11.00 hingga 13.00, ia membereskan buku-buku yang baru datang bulan ini seorang diri di gudang toko buku ini. Ia mengatakan bahwa Alex seminggu terakhir ini sering pulang lebih awal dan tidak mengetahui alasannya.
                Tersangka terakhir adalah Ilham Haryadi (26 Tahun) jabatan kerja sebagai Pegawai Penyusun Buku Baru di Perry’s Bookstore, hubungan dengan korban sebagai teman hang out. Dari pukul 11.00 hingga 13.00, ia bolak-balik dari gudang ke beberapa selosor toko buku ini, untuk menyusun buku-buku baru yang baru datang bulan ini. Ia memberi tahu Inspektur bahwa seminggu terakhir ini jarang bertemu dengan Alex karena korban selalu pulang lebih awal dari biasanya.
                Jordi Utama (25 Tahun) jabatan kerja sebagai Penjaga Kasir di Perry’s Bookstore, hubungan dengan korban sebagai teman kerja. Dari pukul 10.00 hingga 13.00, ia menjaga kasir dimeja nomor tiga seorang diri. Alibinya cukup kuat sehingga ia tidak menjadi tersangka pada kasus pembunuhan ini, karena para pengunjung dan beberapa pegawai lainnya selalu melihat ia dimeja kasirnya itu. Ia mengatakan bahwa seminggu terakhir ini Alex selalu pulang lebih awal dan dijemput oleh seorang wanita pada hari Rabu dan Jum’at terakhir.
                  Mario dan Adam saling bertatapan dan tersenyum kecil bagai dua orang kasmaran yang sedang tertarik satu sama lainnya, sepertinya mereka telah menemukan sedikit kejelasan dari motif pembunuhan ini. Tetapi disisi lainnya, mereka juga masih belum mengetahui keberadaan barang bukti yang digunakan pelaku untuk membunuh korban. Perdebatan dari kedua orang jenius ini pun akhirnya mulai melengkapi panggung sandiwara ini. Walaupun terlihat seperti pertengkaran sepasang sahabat, mereka saling berbagi informasi dengan caranya masing-masing.
                “Menurutmu siapa pelaku dari pembunuhan ini? Menurutku, ketiga tersangka mempunyai motif pembunuhan yang sama besarnya, karena mereka bertiga memiliki hubungan yang cukup dekat.” Kerutan didahi Mario melengkapi pertanyaannya.
                “Kamu benar sobat! Mereka bertiga memiliki hubungan yang cukup dekat dengan korban. Tetapi, kecurigaan terbesarku berada pada Tora! Ia adalah orang pertama yang yang tidak setuju jika pengunjung dipulangkan bukan?” Jawab Adam dengan semangat.
                “Benar juga sih, tapi kita tidak bisa langsung mencurigainya begitu saja. Karena Ilham juga sependapat dengannya, lain soal jika mereka berdua bersekongkol untuk membunuh korban. Selain itu, bukankah Nadya lebih mencurigakan? Karena ia orang pertama yang menemukan korban, besar kemungkinannya ia hanya berpura-pura terkejut untuk mengalihkan perhatian orang-orang.” Bantah Mario sambil memegang dagu dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan kanannya.
                “Hmmm.. Untuk apa dia melakukan hal itu? Bukankah ia akan lebih dicurigai? Belum lagi ia adalah kekasih sang korban.” Bantah Adam.
                “Bisa saja dia melakukan hal itu untuk menambah tersangka lain dalam kasus pembunuhan ini, karena kita bisa lihat sendiri bukan? Tersangka pembunuhan bertambah dua orang sekarang, seandainya saja Tora dan Ilham tidak membantah perintah polisi sebelumnya. Mungkin mereka berdua akan aman dan bisa berpura-pura untuk tidak mengenal Axel sebagai teman dekatnya.” Jelas Mario dengan mata berbinar-binar.
                “Oke, aku setuju denganmu untuk yang satu itu. Dari data yang kita dapat dari Inspektur, hanya Tora dan Nadya lah yang mempunyai waktu bebas untuk membunuh korban. Mungkin kita tidak perlu mencurigai Ilham sebagai tersangka pada kasus ini.” Jawab Adam melengkapi pendapat sobatnya.
                “Belum tentu juga, Ilham bisa saja berjalan menuju ke ruangan staff ketika ingin mengambil buku lagi dari gudang. Karena letak gudang dan ruang staff tidak begitu jauh, yaaaa.. walaupun kecil kemungkinannya, kita tetap tidak boleh lengah Dam.” Regangan tangan Mario menandakan kalau perdebatan itu sudah cukup.
                Anggukan kepala Adam menunjukkan kalau ia sependapat dengan Mario, kemudian ia balik badan dan kembali memeriksa keadaan mayat korban. Ada dua hal yang terlihat ganjil dari keadaan mayat korban, yang pertama adalah disetiap ujung jarinya itu terdapat bekas darah. Anehnya, hanya ibu jarinya saja yang tidak memiliki bekas darah. Yang kedua adalah dibagian perut mayat korban, luka tusukkan bekas benda tajamnya itu tertancap begitu dalam.
                “Mario! Kamu harus liat luka bekas tusukkan benda tajam pada mayat ini! Apa kamu sependapat denganku?” Senyum kecil Adam mulai terlihat.
                “That’s brilliant Adam! Bekas luka itu tertancap begitu dalam! Tidak mungkin seorang wanita bisa melakukan hal itu, kecuali ia memiliki tenaga seperti halnya seorang pria.” Jelas Mario.
                “Tapi, bagaimana dengan bekas darah yang berada pada seluruh ujung jari tangannya itu? Bukankah itu aneh?” Kegelisahan mulai terlihat dari ekspresi muka Adam.
                “Hmmm, mungkin setelah ditusuk oleh pelaku pembunuhannya, ia sempat memegang perutnya karena kesakitan. Kalau begitu, sudah jelaskan pelakunya orang itu? Hanya dia yang memiliki waktu yang cukup banyak untuk membunuh!” Dengan semangat Mario menjawab.
                “Kemungkinannya sih seperti itu! Tapi sebelum kita menjebak pelaku untuk menunjukkan diri, dimanakah tempat sang pelaku menaruh barang bukti pembunuhannya itu? Karena sampai sekarang pun, Inspektur itu belum juga menemukannya.” Keluh Adam dengan wajah yang memelas.
                “Tenang saja! Ada satu tempat yang mungkin Pak Inspektur lupa periksa, karena ia pasti tidak mungkin sang pelaku pembunuhan menaruh barang bukti ditempat itu. Begitu pula aku sebelumnya.” Senyum kecilnya melengkapi jawaban Mario.
                “Dimana???” Wajah histeris Adam mulai ditunjukkan.
                “Akan kuberitahu nanti, ketika kita sudah berada didepan Pak Inspektur dan para tersangka pembunuhan.” Kali ini senyum jahat yang terlihat dari wajah Mario.
                “Hmmm, aku akan mati penasaran kalau seperti ini sobat, ayo kita segera ketempat mereka!” Adam bersemangat.
                Duo sejoli itu berjalan ke arah panggung sandiwara ini bak pahlawan yang ditunggu-tunggu orang, mereka berhenti tepat ditengah-tengah Inspektur dan para tersangka. Inspektur polisi dan para tersangka hanya diam dan mengamati mereka layaknya Batman dan Robin ingin meringkus seorang pelaku kriminal.
                “Bolehkah kami melihat isi loker kalian semua !?” Teriak Mario dengan percaya diri.
                Inspektur hanya bisa melihat Mario dengan mulut sedikit terbuka, karena ia belum memeriksa tempat itu. Ia sama sekali tidak berpikiran kalau sang pelaku akan menaruh barang bukti ditempat itu, tidak mungkin sang pelaku menaruhnya ditempat itu pikirnya. Para tersangka juga hanya bisa terkejut, tentu saja karena mereka kaget karena tiba-tiba saja Mario teriak dengan keras didepan mereka.
                “Silahkan saja kalian periksa! Tidak mungkin barangnya ada loker kami nak!” Ilham menjawab dengan lantang.
                Anggukan Nadya dan Tora juga menandakan kalau mereka berdua juga setuju dengan jawaban Ilham. Para tersangka pun mulai berjalan kearah loker mereka masing-masing, serta diikuti oleh Inspektur, Mario dan Adam tentunya. Sesampainya dilokasi tempat itu, tiga orang petugas polisi dengan inisiatif langsung berdiri tepat didepan loker para tersangka.
                “Pada hitungan ketiga, kalian buka loker para tersangka dengan bersamaan!” Tegas Inspektur.
                “Siap Pak Inspektur!” Jawab Tiga Serangkai itu.
                “1.. 2.. 3.. BUKA!!” Teriak Inspektur.
                Semua orang yang melihat loker itu langsung tersentak kaget, dan disaat itu pula Nadya jatuh terjungkal kebelakang. Dugaan Mario ternyata benar, barang bukti pembunuhan ini, satu buah pisau tajam bergagang hitam dibungkus dengan sepotong kemeja berlengan panjang berlumuran darah, lengkap dengan sarung tangan hitam penuh darah juga berada disalah satu loker tersangka. Suasana dilokasi itu semakin memanas dan semua mata tertuju kepada pemilik loker itu bak melihat seorang penyihir yang ingin dipenggal kepalanya.
                “Ini fitnah! Bukan aku pelakunya!! Ini semua bukan barang milikku!!” Teriak pemilik loker itu.
                “Sudah jangan banyak alasan!! Barang bukti sudah jelas berada dilokermu! Masih saja kamu mengelak!! Silahkan berikan pembelaanmu nanti dikantor polisi!!” Tegas Inspektur.
                Dari aura yang panas bak Padang Pasir di Mesir, berubah menjadi dingin, sedingin Kutub Utara. Inspektur pun menarik tangan pemilik loker itu dan berjalan kearah pintu keluar Perry’s Bookstore. Tetapi pandangan mata Adam malah tertuju kepada suatu hal ganjil yang berada diloker itu, Ia melihat kalau dibagian dalam kotak penguncinya sudah dirusak lebih dulu oleh seseorang.
                “Mario! Panggil Pak Inspektur kembali! Mungkin ia salah membawa pelaku pembunuhan ini!” Ucap Adam dengan muka seperti ingin memburu binatang.[]

                   Menurut kalian siapakah pelaku pembunuhan dikasus kali ini? Silahkan tunggu kelanjutannya. Terima kasih sudah meluangkan waktu anda untuk membaca karangan cerita saya,