Rabu, 02 Agustus 2017

The Indonesian Detective Series: 2. Bloody Tragedy in Perry's Bookstore (Part 2)

The Indonesian Detective Series

Bloody Tragedy in Perry’s Bookstore (Part 2)

Perry’s Bookstore

                Mario secepat kilat, berlari menuju Inspektur dan memanggilnya untuk kembali ke ruang loker Perry’s Bookstore dan menjelaskan alasan tindakannya itu.
                “Pak Inspektur! Mohon tunggu sebentar, sepertinya ada hal yang harus anda lihat sendiri. Sepertinya anda salah membawa pelaku pembunuhan ini, kita harus segera kembali ke ruang loker tadi.” Terlihat rengutan dahi di wajah Mario. Iya, ini benar-benar serius.
                Di waktu yang sama, di dalam ruang loker toko buku ini, Adam terlihat antusias mencari tahu, benda apa yang digunakan oleh pelaku untuk merusak kotak pengunci loker Tora. Lubang kunci bagian luar loker ini terlihat biasa saja, tidak terlihat seperti lubang yang telah dibuka paksa. Tetapi anehnya, baut yang terletak dipojok kanan dan dipojok kiri atas pada bagian kotak pengunci yang berada didalam loker ini menghilang. Dan terlihat ada beberapa goresan kecil dipintu loker, tepat di sebelah kanan lubang kuncinya.
                “Mengejutkan! Pelaku pembunuhan ini cukup profesional dalam melakukan tindakannya. Jika  dilihat dari banyaknya goresan, sepertinya ia sudah beberapa kali mencoba melakukan trik ini dengan loker Tora. Kemungkinan besar menggunakan kawat atau besi kecil yang mudah dimasukkan ke dalam sela loker ini, terlihat dari besarnya ukuran goresan pada pintu loker.” Pikir Adam sambil bersandar di dinding layaknya Cover Boy sebuah majalah Fashion ternama.
                “BRAAAAK!!” terdengar suara pintu yang dibuka dengan kasar dan mengenai dinding.
                “Apa-apaan ini nak!? Jelaskan dengan rinci alasan kalian mengapa meminta saya untuk kembali ke ruangan terkutuk ini!? Bukankah kita sudah menemukan pelakunya!?” Nada tinggi Inspektur membuat suasana sunyi sejenak saat itu.
Suasana yang semakin tegang ini membuat panggung sandiwara ini bak tempat bertarungnya para Gladiator di Roma untuk melawan musuhnya hingga tewas. Kejadian tak terduga ini sungguh menarik perhatian semua orang, walaupun kecurigaan terhadap Tora tidak berkurang dari sebelumnya.
“PLAAAK!!” tiba-tiba terdengar suara yang cukup mengejutkan.
“Masih saja kamu berani menampakkan wajahmu itu didepanku!? Apakah kamu tidak mempunyai rasa malu!? Kau pantas mendapatkan tamparanku itu Tora! Cepat jebloskan dia ke penjara secepatnya Pak Inspektur!” Isak tangis dan emosi tercampur jadi satu hingga menutup kewarasan pikiran Nadya saat itu.
Ilham dengan cepat memeluk Nadya untuk menenangkan perasaannya yang sedang hancur berkeping-keping karena masih tidak bisa menerima kenyataan pahit, kalau kekasih yang ia cintai itu telah menghilang selamanya dari dunia ini.
“Tenang Nad, sekarang ada aku disini bersamamu yang akan melindungimu. Tidak akan aku biarkan seseorang melukaimu lagi, relakanlah kepergian Alex agar ia tenang disisi-Nya.” bisik Alex pada Nadya yang semakin erat lagi memeluknya.
“Aku sangat mencintai Alex dengan segenap jiwaku, bagaimana mungkin aku bisa merelakan kepergiannya secepat itu!? Dan mengapa pula Tora melakukan hal keji itu? Alex tak pernah sedikitpun cerita kepadaku tentang Tora ataupun ada masalah dengan Tora sebelumnya.” Jawab Nadya dengan wajah lebam dimatanya dan bertanya pada dirinya sendiri.
Karena kurangnya Alibi, Tora hanya bisa menundukkan wajah tampannya itu dengan tangan yang sudah terkunci dengan borgol. Di saat yang sama pula, ternyata Adam telah memperhatikan drama para tersangka dengan seksama tanpa memalingkan pandangannya dari mereka.
“Hentikan drama kalian, menurutku bukan Tora pelaku pembunuhan ini.” Ucap Adam sambil berjalan mendekati para tersangka dengan posisi tangan dimasukkan kedalam kantung depan celana jeansnya.
“Apa maksudmu berkata seperti itu sobat? Bisakah kamu menjelaskan secara rinci alasan ucapanmu barusan?” Tanya Mario keheranan.
“Aku setuju dengan kawanmu!” Tambah Nadya.
Senyum Adam keluar dari mulutnya, terlihat jelas jika ia sudah yakin telah memecahkan salah satu fakta atau lebih dalam misteri kasus pembunuhan ini. Tanda tanya besar terlahir pada tiap benak orang-orang yang berada di ruang loker toko buku ini. Bagaimana bisa Inspektur Polisi dan Mario bisa melewatkan sebuah kunci jawaban dari misteri ini? Apakah Adam hanya berspekulasi saja? Ataukah memang benar jika pelaku pembunuhan ini bukan Tora Ali?
Sebelum Adam menguak salah satu misteri ini, ia meminta Inspektur Polisi untuk mengumpulkan para tersangka lagi tepat dihadapannya agar lebih mudah melihat tingkah laku mereka ketika nanti ia menjelaskan faktanya. Daya analisis Adam memang lebih tinggi jika dibandingkan dengan Mario dan anak-anak sepantarannya. Ia juga membisikkan beberapa hal yang harus Mario lakukan nanti ketika Adam mulai berbicara didepan Inspektur Polisi dan para tersangka pembunuhan ini.
“Menurut data yang telah saya dapat dari Mario setelah ia melihat rekaman CCTV yang berada dilorong kecil yang berada dipojok Perry’s Bookstore tepat didepan ruang staff (Lensa mengarah kepintu masuk ruang staff) sebelumnya, ternyata ada tujuh orang yang memasuki ruangan itu pada hari ini. Tetapi, saya akan memperkecil pencarian pelaku pembunuhan ini dengan waktu. Karena sebelumnya Alex terbunuh pada pukul 13:00, maka saya hanya bertanya pada Mario siapa sajakah yang memasuki ruang staff mulai pukul 12:00 sampai pukul 12:30 waktu setempat dan hanya ada satu orang yang berada di ruangan itu.” Adam berkata dengan angkuhnya sambil bersandar di dinding.
“Siapa orang itu nak!?” Tanya Inspektur tegang dengan mimik muka yang cukup lucu terlihat di wajahnya.
“Orang itu adalah, Nadya Perry!!” Jawab Adam dengan lirikan tajam ke sang kekasih korban.
Semua mata tertuju pada satu-satunya wanita yang masih berada di TKP saat ini, dan untuk sesaat tak ada seorangpun yang mampu mengucapkan sebuah kata atau satu suku katapun. Nadya pun hanya bisa terdiam seribu bahasa karena tak menduga sedikitpun jika Adam akan berkata seperti barusan. Suasana sunyi sebelumnya sangat mendebarkan, jika ruangan itu lebih terutup rapat lagi, mungkin detakan jantung Nadya akan terdengar sedikit.
“Alex sendiri yang memanggilku untuk menemuinya sebelum dan sesudah waktu kematiannya, dan hal itu pula yang membuatku penasaran setengah mati hingga sekarang. Jika kalian tidak percaya padaku, Pak Inspektur bisa melihat sendiri chat-ku dengan Alex didalam ponsel saya.” Jelas Nadya dengan ringkas dan cukup mengejutkan.
“Sebelum dan sesudah waktu kematian!? Apa maksudmu itu!?” Tanya Inspektur heran sebelum mengambil dan melihat isi chat dari Alex dengan mata kepalanya sendiri.
Isi dari chat yang pertama, terkirim pada pukul 12:15 “Sayang, ada beberapa berkas yang harus kamu lengkapi di ruang kantorku, Love you..” Setelah menerima chat dari Alex, Nadya langsung menemui Alex dikantornya, dan terlihat di CCTV jika Nadya memasukki ruangan itu mulai pukul 12:17 dan keluar ruangan pukul 12:30 waktu setempat.
Isi dari chat yang kedua, terkirim pada pukul 12:54 “Nad, segera keruanganku sekarang, terima kasih.” Setelah menerima chat kedua dari Alex, Nadya tidak langsung menemuinya karena ia sedang berada di toilet saat itu. Ia baru menemui Alex pada pukul 12:59 dan terlihat dari CCTV kalau ia hanya membuka pintu dan tiba-tiba saja terjungkal kebelakang karena melihat mayat kekasihnya yang sudah berlumuran darah, tepat pada pukul 13:00 waktu setempat.
Dikarenakan CCTV tidak berada didalam ruang staff itu, keadaan Nadya saat ini sangat dirugikan, sehingga ia juga dicurigai sebagai pelaku pembunuhan Alex karena hanya ia yang terakhir bertemu dengannya. Bagaimana mungkin pelaku pembunuhan ini malah bertambah? Siapakah pelaku sebenernya dalam kasus pembunuhan ini? Apa mungkin Nadya dan Tora bekerja sama dalam membunuh pelaku? Apakah drama pertengkaran Nadya dan Tora sebelumnya benar-benar hanya sandiwara belaka? Semakin banyak pertanyaan yang muncul dalam benak masing-masing orang yang berada di ruangan terkutuk itu.
“Nadya, bagaimana mungkin kamu membunuh kekasihmu sendiri!?” Akhirnya Tora mulai mengeluarkan suara dari yang sebelumnya hanya bisa menundukkan wajah saja kebawah dan melihat sepatu kulitnya itu.
“Bukan aku pelakunya, bukankah kamu yang membunuh Alex!? Barang buktinya sudah jelas berada dilokermu Tora!” Emosi dan tanda tanya besar mulai terlihat diwajah manis Nadya saat ini.
“Aku tak percaya ini, aku yakin Nadya tidak akan berani melakukan hal semacam itu.” Selak Ilham yang kebingungan dengan fakta mengejutkan yang sedang terjadi disini.
“Cukup! Jangan saling menuduh seperti itu! Memang benar jika fakta dan buktinya sudah jelas terekam di CCTV kalau Nadya bertemu dengan Alex pada pukul tersebut. Tetapi, apakah saya sudah berkata kalau Nadya lah pelaku pembunuhan ini?” Ucapan Adam malah membuat suasana semakin tegang.
“Jelaskan pada kami apa yang kamu maksud nak!? Berani sekali ” Bahkan Pak Inspektur juga masih kebingungan, sebenernya apa tugas Pak Inspektur disini, sepertinya ia lebih banyak memberi pertanyaan ketimbang pernyataan. Karena ia pun belum pernah mengatasi kasus pembunuhan penuh misteri seperti ini sebelumnya.
Entah mengapa semua mata justru tertuju pada Adam bukan kepada para tersangka ataupun Pak Inspektur berwibawa itu. Semua orang di ruangan itu mendegarkan tiap ucapan dan memperhatikan tiap gerakan yang Adam buat tanpa berpaling sedikitpun, bahkan mereka tetap memperhatikan Adam ketika ia sempat bercermin sebentar untuk menyisir gaya rambut Jar Head kekiniannya itu. Dengan sedikit tingkah konyolnya itu, mereka tetap saja menunggu dan mendengarkan dengan seksama tiap kata yang keluar dari mulut Adam, karena hanya ia yang tahu kebenaran apa saja yang akan terkuak pada misteri pembunuhan ini.
“Hanya satu dan satu-satunya orang yang memiliki kesempatan terbesar tanpa ada seorangpun yang akan curiga dengan pergerakannya, berlagak menjadi pahlawan didalam kesedihan terdalam orang lain, dan sangat cermat memanfaatkan setiap peluang yang ada. Orang ini tidak bisa dibilang awam dalam sebagai pembunuh karena dilihat dari perencanaan dan trik membunuhnya, kasus pembunuhan ini hampir berjalan dengan mulus. Iya, kamu lah pelaku pembunuhan Axel Fernandi di Perry’s Bookstore ini, Ilham Haryadi!!” Dengan lantangnya Adam berkata sambil menunjukkan jari telunjuknya kearah Ilham.
Keheningan tiba-tiba memasuki suasana ruangan ini, jika dalam hitungan detik, sepuluh detik pertama setelah Adam selesai berbicara, sempat terasa seperti di kuburan pada malah hari. Bayangkan saja sendiri alasan mengapa suasananya bisa seperti itu. Apa yang ada didalam pikiran mereka sekarang? Apa kali benar-benar pelaku pembunuhan sesungguhnya? Atau praduga yang masih belum bisa terbukti dengan jelas seperti sebelumnya?
“Hahahahaha!! Tuduhan macam apa itu? Bisakah kamu menjelaskan hal ini dengan logis? Bukti apa yang bisa kamu tunjukan kepada kami? Ataukah ini hanya bualan kosong dari bocah ingusan sepertimu karena tidak bisa memecahkan misteri ini!?” Dengan jelas Ilham terlihat meremehkan kemampuan analisis Adam
“Sudahkah kamu selesai bicara sobat? Apakah menurutmu aku sudah selesai bicara dan menjelaskan alasanku berkata seperti tadi? Aku belum memberitahu kalian semua kalau ternyata ada saksi mata yang melihat suatu kejadian janggal pada pukul 12:45 sebelumnya?” Entah ini jawaban atau pertanyaan balik yang ditujukan untuk Ilham, dan membuat panggung beku ini menjadi panas. Tak lupa Adam melengkapi ucapannya itu dengan senyum kecilnya.
“Memangnya apa yang kamu lihat di CCTV itu pada pukul tersebut? Bukankah sudah terlihat dengan sangat jelas dalam rekaman itu jika saya keluar masuk ruangan staff sekitar pukul 09:45, 10:30, dan 11.45 waktu setempat untuk mengambil buku-buku baru dan menyusun ke rak buku sesuai tugas saya sebagai pegawai penyusunan buku. Lalu, apakah ada hubungannya kejadian janggal pukul 12:45 dengan saya??” Ilham bertanya sambil menggaruk belakang kepalanya yang terasa gatal karna keringat yang mulai bercucuran dari pori-pori rambut belakangnya.
“Bisakah kamu memberi kami penjelasan, untuk apa kamu memasuki ruangan staff tanpa mengenakan jaket dan tiba-tiba kamu keluar dari ruangan itu mengenakan jaket? Apa yang terjadi didalam ruangan itu? Bukankah itu yang terjadi sebelumnya?” Tanya Adam sambil menaikkan alisnya dan membuka pintu ruang loker. Terlihat ada bayangan seseorang dari belakang pintu tanpa menunjukkan wajahnya.
“Iya, benar, saya melihat kejadian itu saat bertugas di meja kasir, kalau Ilham keluar dari ruangan itu mengenakan jaket hitam. Seingat saya, ia hanya memakai seragam pegawai dan memegang sebuah buntalan pakaian ditangan kanannya.” Jawab Jordi tanpa menunjukkan wajahnya didepan para tersangka dan para petugas polisi.
 “Dingin… Iya diruangan itu sangat dingin, kebetulan badan saya juga tidak begitu sehat hari ini, jadi saya meminjam jaket Alex ketika berada diruangan itu. Dan jaket itu terbawa olehku saat keluar ruangan.” Dengan cepat Ilham membalas, setetes keringat terlihat keluar dari dahi kanannya dan turun mengalir kepipinya.
“Itu hanya akal-akalanmu saja! Lebih baik kamu mengaku jika kamulah pelaku pembunuhan ini! Kamu juga kan yang mengirim chat kedua keponsel Nadya menggunakan ponsel Alex dan kamu pula yang menaruh barang bukti pembunuhan kedalam loker Tora agar lebih banyak tersangka yang dicurigai sebagai pelaku!” Kali ini emosi mulai terlihat dari nada tinggi Adam.
“Jangan asal menuduh tanpa mempunyai bukti yang jelas hanya karena aku memiliki kesempatan paling besar dalam membunuh Alex! Lagi pula, untuk apa aku membunuh sahabatku sendiri!?” Bentak Ilham diikuti dengan senyum kemenangan.
Adam memang belum memiliki bukti yang kuat untuk membuktikan analisis sebelumnya itu, ia hanya bisa menundukkan wajahnya kebawah dan berpikir keras apakah ada sebuah kejadian penting yang terlewatkan. Tanpa adanya bukti yang cukup jelas, Pak Inspektur tidak bisa melakukan apa-apa. Analisis Adam sebelumnya hanya membuat kecurigaan terhadap Nadya semakin besar.
“Saya minta kerja sama kalian berdua, Saudara Tora dan Saudari Nadya untuk memberikan penjelasan kalian berdua dengan kami dikantor…” Ketika Pak Inspekur hampir selesai memberi arahan dan menyiapkan borgol kedua untuk mengunci tangan Nadya, tiba-tiba terdengar sebuah suara samar  dari belakang pintu loker yang sudah terbuka sejak tadi.
“Cakar.. Iya, luka cakaran tangan.” Terdengar seseorang mengucapkan kalimat yang cukup aneh.
Semua orang yang berada di Perry’s Bookstore benar-benar melupakan keberadaan tokoh utama pemecah misteri pembunuhan ini, terkecuali Adam. Suara parau Mario sebelumnya menggema perlahan di ruang loker itu, Apa cakar yang Mario maksud itu? Darimana saja ia selama panggung sandiwara ini berlangsung? Dari dingin hingga ke panas, aura suasana yang kian terus bergantian sebelumnya dilewatkan Mario begitu saja.
Mario mulai menghilangkan keberadaan dari kerumunan itu layaknya Assasin sebelumnya, setelah Adam menjelaskan beberapa trik yang digunakan pelaku untuk membunuh korban. Adam juga meminta tolong Mario untuk memeriksa kembali rekaman CCTV lebih detil dan memeriksa tiap luka yang berada di mayat korban yang masih berada diruangan staff toko buku ini, ia menemukan beberapa hal ganjil pada kondisi mayat Alex.
Ditangan kanan Alex, tepatnya diujung kuku empat jari tangan kanan Alex, dari jari kelingking hingga jari telunjuknya terlihat bekas darah. Seharusnya, jika sang korban memegang perutnya setelah ditusuk dengan pisau oleh pelaku pembunuhan, sudah pasti bekas darahnya akan memenuhi telapak tangan kanan korban. Tetapi, mengapa bekas darah hanya berada di keempat kuku jari tangan kanannya saja? Setelah berpikir beberapa saat setelah menerka-nerka apa yang terjadi sebelumnya, ia menyimpulkan jika Alex sempat memberi perlawanan ketika perutnya ditusuk dengan cara menahan tangan pelaku sebelumnya tenaganya habis karena kehabisan darah yang mengucur keluar dari perutnya. Dan hal ganjil lainnya adalah, mengapa Alex tidak teriak atau meminta pertolongan ketika perutnya ditusuk oleh sang pelaku?
“Hei sobat, bolehkah saya melihat kedua lengan tangan kamu?” Tanpa memberikan penjelasan yang lengkap untuk alasan perkataannya barusan, Mario meminta Ilham untuk memperlihatkan lengannya didepan para orang-orang.
Perlahan Ilham menggulung seragam pegawai berlengan panjangnya itu hingga siku, dimulai dengan tangan kanannya dan tidak terdapat luka sama sekali. Kemudian ia lanjut dengan tangan kirinya, mengejutkan! Tepat seperti dugaannya, sangat jelas terlihat ada bekas luka yang masih baru, empat luka cakar terlihat dilengan kirinya.
“Luka ini saya dapat tadi pagi ketika saya menabrak pagar rumah saya ketika saya hendak berlari untuk berangkat kerja di toko buku ini.” Jawab Ilham cepat dengan gelagat yang sangat aneh.
“PRRAAAK!!” Mario melempar sebuah kantong plastik hitam didepan kerumunan orang.
“Alasan apalagi yang akan kamu berikan untuk kami untuk penjelasan yang beberapa barang ini. Dua buah cetak foto hitam putih dengan potret yang sama dengan gambar CCTV yang berada didepan ruang staff dan ruang loker. Dua buah pencapit yang cukup kuat dengan bentuk yang aneh, dan kawat kecil yang mudah dibengkokkan?”
Kaki Ilham yang bergetar membuatnya jatuh lemas karena Mario sudah menemukan barang bukti penting lainnya dalam kasus pembunuhan ini. Perkataan Mario barusan sudah cukup membuat Ilham terkejut, ia hanya bisa tertunduk malu, menatap kebawah dan tak berani lagi menatap muka Nadya dan Tora yang berada tepat didepannya itu.
“Bagaimana mungkin kamu bisa menemukan barang-barang itu? Barang itu berada diloker yang sudah tidak terpakai di gudang toko buku ini, aku tak berpikir jika kamu bisa menemukannya.” Ucapan Ilham ini bisa dibilang sebagai bentuk lain bahwa ia mengakui perbuatan kejinya itu.
“Alex memang pantas mati! Ia sudah berjanji padaku untuk menjaga hati Nadya seorang, bukan untuk menyakiti hatinya dan tega berselingkuh dengan wanita lain. Bodoh sekali diriku ini sudah mempercayai Alex untuk menjaga orang yang aku sayangi, tak cuma Nadya, akupun telah dikhianati olehnya!” Tambah Ilham dengan penuh emosi dengan air mata yang membasahi kedua pipinya.
“Aku benar-benat tidak percaya kalau ucapanmu yang kudengar ini adalah sebuah kenyataan dalam hidupku ini, kamu menyakiti hatiku lebih dari Alex jika seperti ini Ilham. Aku sangat mempercayaimu layaknya kakak kandungku sendiri. Jangan pernah sekalipun kamu menunjukkan wajahmu didepanku lagi, dengan menghilangkan keberadaanmu dari hidupku mungkin aku akan memaafkan perbuatanmu kejimu ini!” Kesedihan teramat dalam terlihat dari punggung Nadya yang hendak masuk ke ruang kantornya, ia butuh waktu untuk menenangkan dirinya yang telah dkhianati oleh sahabatnya sendiri.
“Tidaaaak!! Aku sangat menyesal! Maafkan aku Nad! Aku melakukan perbuatan ini karena menurutku inilah yang terbaik! Tunggu Nad….” Jeritan penyesalan Ilham tampak jelas menutup panggung sandiwara para tersangka dalam misteri pembunuhan ini.
“Jika kamu benar-benar menyayanginya, kamu tidak akan melakukan perbuatan kejimu ini. apalagi kamu sampai menggunakan Nadya sebagai tameng perlindunganmu sebelumnya dengan mengirimkan chat melalui ponsel Alex ke ponsel Nadya sebelumnya.” Tegas Adam tidak setuju dengan ucapan dan perbuatan iblis itu.
“Simpan penyesalanmu nanti di sel jeruji mendatang! Silahkan renungkan perbuatanmu itu! Penyesalan memang selalu datang terakhir sobat, berpikirlah sebelum bertindak lain kali. Dan asal kamu tahu, yang terbaik menurutmu belum tentu yang terbaik pula bagi orang lain.” Tambah Mario menyelipkan nasihat kecilnya.
Akhir kisah, Inspektur Polisi, Mario, Adam dan para petugas polisi berjalan bersama keluat Perry’s Bookstore dan menuntun Ilham Haryadi kearah mobil polisi untuk menginterogasi lebih lanjut untuk menanyakan beberapa trik, barang bukti, dan motif pembbunuhan pada kasus kali ini. Iya, Ilham hanya bisa berjalan menundukkan wajahnya kebawah dan tak berani mengucapkan sepatah katapun.
“Kami benar-benar terbantu ‘lagi’ dengan kehadiran kalian berdua! Mungkin aku bisa memberi kalian berdua tempat spesial dikantor polisi nanti jika kalian sudah cukup usia HAHAHAHA!” Tawa lepas Pak Inspektur sangat besar hingga membuat beberapa pejalan kaki yang melihat mereka tersentak kaget.
“Tentu saja! Kami memang hebat! Kami berdua saling melengkapi dalam merumuskan sebuah masalah! Dengan senang hati kami akan membantu jika ada kejadian seperti ini Pak Inspekutur!” Dengan percaya diri yang besar Adam menjawab ucapan Pak Inspektur barusan.
“Benar sekali! Kami akan membantu pihak kepolisian semaksimal mungkin. OH, iya! Pak Inspektur, jangan lupa untuk mengambil barang bukti asli yang berada diloker dalam gudang toko buku ini. untung saja aku ingat sebelum kita kembali pulang kerumah.. Hahahahaha.” itulah jawaban yang cukup mengejutkan mereka berdua, ketika Mario bilang disaat tertawa bersama.
Pak Inspektur dan Adam saling bertatapan tak percaya setelah mendengar ucapan Mario barusan, dengan segera Pak Inspektur membuka kantung plastik yang sebelumnya Mario lempar di ruang loker. Didalam kantong plastik itu ternyata berisi, beberapa paku kecil, kawat dan sebilah besi yang sudah berkarat.
“Instingmu benar-benar kuat nak! Ternyata kamu hanya menggertak saja sebelumnya! Benar-benar tak masuk akal! Haruskah aku salut padamu atau menegur perbuatanmu barusan nak?” pak Inspektur hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala dengan mata sedikit melotot.
“Gila! Bagaimana jika Ilham tidak memeberi tahu pada kita letak barang bukti lainnya yang berada digudang tadi? Bukankah akan berakibat fatal? Bisa jadi, barang bukti yang digunakan pelaku tidak ditemukan sampai sekarang!” Perkataan Adam yang biasanya memperlihatkan kelucuan untuk mencairkan suasana menjadi hilang sesaat, ia benar-benar dibuat shock juga oleh sobatnya sendiri.
“Tenang sobatku! Tenang Pak Inspektur! Semua sudah saya pikirkan matang-matang sebelumnya. Seandainya tadi Ilham tidak memberi tahu letak barang bukti lainnya, aku akan meminta salah satu petugas polisi untuk mengidentifikasi darah yang berada disalah satu korban jari korban, dan meminta masing-masing sample darah tersangka. Kemudian tinggal kita cocokan dengan saja, dan ketika kita sudah menemukan darah siapa yang cocok, dengan mudah Pak Inspektur menemukan pelaku dan bapak bisa menanyakan barang bukti lainnya saat diinterogasi nanti.” Penjelasan Mario yang sangat jelas, telah menenangkan hati Pak Inspektur yang sempat meragukannya tadi.
“Bagaimana dengan pencapit dan foto hitam putih itu?” Tanya Adam cepat.
“Untuk hal itu, memang aku sudah menduga bahwa sang pelaku memang menggunakan sebuah alat yang dapat mencapit kertas yang bisa digantung di CCTV toko buku ini. Terlihat dari goresan tipis yang berada dikedua CCTV depan ruang staff dan ruang loker. Aku berulang kali memperhatikan rekamannya tanpa memalingkan mata sedikitpun dari layar kamera pengawas. Untuk beberapa waktu, ada gerakan cepat dan membuat rekaman CCTV ini terasa diam untuk beberapa menit. Dan kebetulan saja CCTV pada toko buku ini hanya berwarna hitam putih.” Jelas Mario lagi untuk melengkapi yang misteri kali ini.
Gelengan kepala Pak Inspektur terlihat kagum, tidak percaya, terkejut? Mungkin itu yang sekarang ada dalam benaknya. Ia tak menyangka kalau Mario sudah berpikir sejauh itu, apakah anak seumurannya memang sepintar dan secermat ini?
“Nak Adam, hampir saya lupa, bagaimana dengan chat kedua yang Nadya Perry terima diponselnya? Bagaimana kamu bisa mengetahui kalau itu termasuk dalam trik pembunuhan kali ini?” Tanya Pak Inspektur dengan kerutan dahi diwajahnya yang belum hilang dari penjelasan Mario sebelumnya.
“Chat yang pertama, Axel memanggil Nadya dengan kata ‘Sayang’, lalu mengapa chat kedua ia memanggil Nadya dengan kata ‘Nad’? Menurutku itu cukup aneh, dan selagi aku memperhatikan para tersangka saling berdebat sebelumnya, Ilham terdengar sudah terbiasa memanggilnya dengan Nad, sedangkan Tora tidak memanggil sapaan ke Nadya sedari tadi.” Adam menjawab dengan senyum manisnya seperti biasa.
“Terima kasih untuk penjelasan kalian berdua yang sangat masuk akal! Semoga kita bertemu lagi dilain waktu ya! Kalau bisa tidak dalam sebuah pertemuan tak mengenakan seperti ini Hahahaha!” Pak Inspektur berkata sambil melambaikan tangan dan memasuki mobil untuk menuju kantor polisi.

Sekali lagi, kemenangan kali ini diraih oleh kebenaran. Sepintar-pintarnya tupai meloncat, pasti ada kalanya ia terjatuh. Begitu pula dengan kebohongan, sepintar-pintarnya seorang menutupi kebohongan, ada kalanya pula ia akan ketahuan. Perumpaan yang sering kita dengar bukan? Tetapi, memang itulah yang terjadi, suatu saat nanti, kebenaran akan berada dipuncak tertinggi dunia.[]