The Indonesian
Detective Series
Bloody Tragedy in
Perry’s Bookstore (Part 2)
Perry’s Bookstore
Mario secepat
kilat, berlari menuju Inspektur dan memanggilnya untuk kembali ke ruang loker Perry’s
Bookstore dan menjelaskan alasan tindakannya itu.
“Pak
Inspektur! Mohon tunggu sebentar, sepertinya ada hal yang harus anda lihat
sendiri. Sepertinya anda salah membawa pelaku pembunuhan ini, kita harus segera
kembali ke ruang loker tadi.” Terlihat rengutan dahi di wajah Mario. Iya, ini
benar-benar serius.
Di waktu
yang sama, di dalam ruang loker toko buku ini, Adam terlihat antusias mencari
tahu, benda apa yang digunakan oleh pelaku untuk merusak kotak pengunci loker
Tora. Lubang kunci bagian luar loker ini terlihat biasa saja, tidak terlihat
seperti lubang yang telah dibuka paksa. Tetapi anehnya, baut yang terletak dipojok
kanan dan dipojok kiri atas pada bagian kotak pengunci yang berada didalam
loker ini menghilang. Dan terlihat ada beberapa goresan kecil dipintu loker, tepat
di sebelah kanan lubang kuncinya.
“Mengejutkan!
Pelaku pembunuhan ini cukup profesional dalam melakukan tindakannya. Jika dilihat dari banyaknya goresan, sepertinya ia
sudah beberapa kali mencoba melakukan trik ini dengan loker Tora. Kemungkinan
besar menggunakan kawat atau besi kecil yang mudah dimasukkan ke dalam sela
loker ini, terlihat dari besarnya ukuran goresan pada pintu loker.” Pikir Adam
sambil bersandar di dinding layaknya Cover
Boy sebuah majalah Fashion
ternama.
“BRAAAAK!!”
terdengar suara pintu yang dibuka dengan kasar dan mengenai dinding.
“Apa-apaan
ini nak!? Jelaskan dengan rinci alasan kalian mengapa meminta saya untuk
kembali ke ruangan terkutuk ini!? Bukankah kita sudah menemukan pelakunya!?”
Nada tinggi Inspektur membuat suasana sunyi sejenak saat itu.
Suasana yang semakin tegang ini
membuat panggung sandiwara ini bak tempat bertarungnya para Gladiator di Roma
untuk melawan musuhnya hingga tewas. Kejadian tak terduga ini sungguh menarik
perhatian semua orang, walaupun kecurigaan terhadap Tora tidak berkurang dari
sebelumnya.
“PLAAAK!!” tiba-tiba terdengar
suara yang cukup mengejutkan.
“Masih saja kamu berani
menampakkan wajahmu itu didepanku!? Apakah kamu tidak mempunyai rasa malu!? Kau
pantas mendapatkan tamparanku itu Tora! Cepat jebloskan dia ke penjara
secepatnya Pak Inspektur!” Isak tangis dan emosi tercampur jadi satu hingga
menutup kewarasan pikiran Nadya saat itu.
Ilham dengan cepat memeluk Nadya
untuk menenangkan perasaannya yang sedang hancur berkeping-keping karena masih
tidak bisa menerima kenyataan pahit, kalau kekasih yang ia cintai itu telah
menghilang selamanya dari dunia ini.
“Tenang Nad, sekarang ada aku
disini bersamamu yang akan melindungimu. Tidak akan aku biarkan seseorang
melukaimu lagi, relakanlah kepergian Alex agar ia tenang disisi-Nya.”
bisik Alex pada Nadya yang semakin erat lagi memeluknya.
“Aku sangat mencintai Alex dengan
segenap jiwaku, bagaimana mungkin aku bisa merelakan kepergiannya secepat itu!?
Dan mengapa pula Tora melakukan hal keji itu? Alex tak pernah sedikitpun cerita
kepadaku tentang Tora ataupun ada masalah dengan Tora sebelumnya.” Jawab Nadya
dengan wajah lebam dimatanya dan bertanya pada dirinya sendiri.
Karena kurangnya Alibi, Tora
hanya bisa menundukkan wajah tampannya itu dengan tangan yang sudah terkunci
dengan borgol. Di saat yang sama pula, ternyata Adam telah memperhatikan drama
para tersangka dengan seksama tanpa memalingkan pandangannya dari mereka.
“Hentikan drama kalian, menurutku
bukan Tora pelaku pembunuhan ini.” Ucap Adam sambil berjalan mendekati para
tersangka dengan posisi tangan dimasukkan kedalam kantung depan celana
jeansnya.
“Apa maksudmu berkata seperti itu
sobat? Bisakah kamu menjelaskan secara rinci alasan ucapanmu barusan?” Tanya
Mario keheranan.
“Aku setuju dengan kawanmu!”
Tambah Nadya.
Senyum Adam keluar dari mulutnya,
terlihat jelas jika ia sudah yakin telah memecahkan salah satu fakta atau lebih
dalam misteri kasus pembunuhan ini. Tanda tanya besar terlahir pada tiap benak
orang-orang yang berada di ruang loker toko buku ini. Bagaimana bisa Inspektur
Polisi dan Mario bisa melewatkan sebuah kunci jawaban dari misteri ini? Apakah
Adam hanya berspekulasi saja? Ataukah memang benar jika pelaku pembunuhan ini
bukan Tora Ali?
Sebelum Adam menguak salah satu
misteri ini, ia meminta Inspektur Polisi untuk mengumpulkan para tersangka lagi
tepat dihadapannya agar lebih mudah melihat tingkah laku mereka ketika nanti ia
menjelaskan faktanya. Daya analisis Adam memang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan Mario dan anak-anak sepantarannya. Ia juga membisikkan beberapa hal yang
harus Mario lakukan nanti ketika Adam mulai berbicara didepan Inspektur Polisi
dan para tersangka pembunuhan ini.
“Menurut data yang telah saya
dapat dari Mario setelah ia melihat rekaman CCTV yang berada dilorong kecil yang
berada dipojok Perry’s Bookstore
tepat didepan ruang staff (Lensa mengarah kepintu masuk ruang staff)
sebelumnya, ternyata ada tujuh orang yang memasuki ruangan itu pada hari ini.
Tetapi, saya akan memperkecil pencarian pelaku pembunuhan ini dengan waktu.
Karena sebelumnya Alex terbunuh pada pukul 13:00, maka saya hanya bertanya pada
Mario siapa sajakah yang memasuki ruang staff mulai pukul 12:00 sampai pukul
12:30 waktu setempat dan hanya ada satu orang yang berada di ruangan itu.” Adam
berkata dengan angkuhnya sambil bersandar di dinding.
“Siapa orang itu nak!?” Tanya
Inspektur tegang dengan mimik muka yang cukup lucu terlihat di wajahnya.
“Orang itu adalah, Nadya Perry!!”
Jawab Adam dengan lirikan tajam ke sang kekasih korban.
Semua mata tertuju pada
satu-satunya wanita yang masih berada di TKP saat ini, dan untuk sesaat tak ada
seorangpun yang mampu mengucapkan sebuah kata atau satu suku katapun. Nadya pun
hanya bisa terdiam seribu bahasa karena tak menduga sedikitpun jika Adam akan
berkata seperti barusan. Suasana sunyi sebelumnya sangat mendebarkan, jika
ruangan itu lebih terutup rapat lagi, mungkin detakan jantung Nadya akan
terdengar sedikit.
“Alex sendiri yang memanggilku
untuk menemuinya sebelum dan sesudah waktu kematiannya, dan hal itu pula yang
membuatku penasaran setengah mati hingga sekarang. Jika kalian tidak percaya
padaku, Pak Inspektur bisa melihat sendiri chat-ku
dengan Alex didalam ponsel saya.” Jelas Nadya dengan ringkas dan cukup
mengejutkan.
“Sebelum dan sesudah waktu
kematian!? Apa maksudmu itu!?” Tanya Inspektur heran sebelum mengambil dan
melihat isi chat dari Alex dengan mata kepalanya sendiri.
Isi dari chat yang pertama, terkirim pada pukul 12:15 “Sayang, ada beberapa
berkas yang harus kamu lengkapi di ruang kantorku, Love you..” Setelah menerima chat dari Alex, Nadya langsung menemui
Alex dikantornya, dan terlihat di CCTV jika Nadya memasukki ruangan itu mulai
pukul 12:17 dan keluar ruangan pukul 12:30 waktu setempat.
Isi dari chat yang kedua,
terkirim pada pukul 12:54 “Nad, segera keruanganku sekarang, terima kasih.” Setelah
menerima chat kedua dari Alex, Nadya tidak langsung menemuinya karena ia sedang
berada di toilet saat itu. Ia baru menemui Alex pada pukul 12:59 dan terlihat
dari CCTV kalau ia hanya membuka pintu dan tiba-tiba saja terjungkal kebelakang
karena melihat mayat kekasihnya yang sudah berlumuran darah, tepat pada pukul
13:00 waktu setempat.
Dikarenakan CCTV tidak berada
didalam ruang staff itu, keadaan Nadya saat ini sangat dirugikan, sehingga ia
juga dicurigai sebagai pelaku pembunuhan Alex karena hanya ia yang terakhir
bertemu dengannya. Bagaimana mungkin pelaku pembunuhan ini malah bertambah?
Siapakah pelaku sebenernya dalam kasus pembunuhan ini? Apa mungkin Nadya dan
Tora bekerja sama dalam membunuh pelaku? Apakah drama pertengkaran Nadya dan
Tora sebelumnya benar-benar hanya sandiwara belaka? Semakin banyak pertanyaan
yang muncul dalam benak masing-masing orang yang berada di ruangan terkutuk
itu.
“Nadya, bagaimana mungkin kamu
membunuh kekasihmu sendiri!?” Akhirnya Tora mulai mengeluarkan suara dari yang
sebelumnya hanya bisa menundukkan wajah saja kebawah dan melihat sepatu
kulitnya itu.
“Bukan aku pelakunya, bukankah
kamu yang membunuh Alex!? Barang buktinya sudah jelas berada dilokermu Tora!”
Emosi dan tanda tanya besar mulai terlihat diwajah manis Nadya saat ini.
“Aku tak percaya ini, aku yakin
Nadya tidak akan berani melakukan hal semacam itu.” Selak Ilham yang
kebingungan dengan fakta mengejutkan yang sedang terjadi disini.
“Cukup! Jangan saling menuduh
seperti itu! Memang benar jika fakta dan buktinya sudah jelas terekam di CCTV
kalau Nadya bertemu dengan Alex pada pukul tersebut. Tetapi, apakah saya sudah
berkata kalau Nadya lah pelaku pembunuhan ini?” Ucapan Adam malah membuat
suasana semakin tegang.
“Jelaskan pada kami apa yang kamu
maksud nak!? Berani sekali ” Bahkan Pak Inspektur juga masih kebingungan,
sebenernya apa tugas Pak Inspektur disini, sepertinya ia lebih banyak memberi
pertanyaan ketimbang pernyataan. Karena ia pun belum pernah mengatasi kasus
pembunuhan penuh misteri seperti ini sebelumnya.
Entah mengapa semua mata justru
tertuju pada Adam bukan kepada para tersangka ataupun Pak Inspektur berwibawa
itu. Semua orang di ruangan itu mendegarkan tiap ucapan dan memperhatikan tiap
gerakan yang Adam buat tanpa berpaling sedikitpun, bahkan mereka tetap
memperhatikan Adam ketika ia sempat bercermin sebentar untuk menyisir gaya
rambut Jar Head kekiniannya itu.
Dengan sedikit tingkah konyolnya itu, mereka tetap saja menunggu dan
mendengarkan dengan seksama tiap kata yang keluar dari mulut Adam, karena hanya
ia yang tahu kebenaran apa saja yang akan terkuak pada misteri pembunuhan ini.
“Hanya satu dan satu-satunya
orang yang memiliki kesempatan terbesar tanpa ada seorangpun yang akan curiga
dengan pergerakannya, berlagak menjadi pahlawan didalam kesedihan terdalam
orang lain, dan sangat cermat memanfaatkan setiap peluang yang ada. Orang ini
tidak bisa dibilang awam dalam sebagai pembunuh karena dilihat dari perencanaan
dan trik membunuhnya, kasus pembunuhan ini hampir berjalan dengan mulus. Iya,
kamu lah pelaku pembunuhan Axel Fernandi di Perry’s
Bookstore ini, Ilham Haryadi!!” Dengan lantangnya Adam berkata sambil
menunjukkan jari telunjuknya kearah Ilham.
Keheningan tiba-tiba memasuki
suasana ruangan ini, jika dalam hitungan detik, sepuluh detik pertama setelah
Adam selesai berbicara, sempat terasa seperti di kuburan pada malah hari.
Bayangkan saja sendiri alasan mengapa suasananya bisa seperti itu. Apa yang ada
didalam pikiran mereka sekarang? Apa kali benar-benar pelaku pembunuhan
sesungguhnya? Atau praduga yang masih belum bisa terbukti dengan jelas seperti
sebelumnya?
“Hahahahaha!! Tuduhan macam apa
itu? Bisakah kamu menjelaskan hal ini dengan logis? Bukti apa yang bisa kamu
tunjukan kepada kami? Ataukah ini hanya bualan kosong dari bocah ingusan
sepertimu karena tidak bisa memecahkan misteri ini!?” Dengan jelas Ilham
terlihat meremehkan kemampuan analisis Adam
“Sudahkah kamu selesai bicara
sobat? Apakah menurutmu aku sudah selesai bicara dan menjelaskan alasanku berkata
seperti tadi? Aku belum memberitahu kalian semua kalau ternyata ada saksi mata
yang melihat suatu kejadian janggal pada pukul 12:45 sebelumnya?” Entah ini
jawaban atau pertanyaan balik yang ditujukan untuk Ilham, dan membuat panggung
beku ini menjadi panas. Tak lupa Adam melengkapi ucapannya itu dengan senyum
kecilnya.
“Memangnya apa yang kamu lihat di
CCTV itu pada pukul tersebut? Bukankah sudah terlihat dengan sangat jelas dalam
rekaman itu jika saya keluar masuk ruangan staff sekitar pukul 09:45, 10:30,
dan 11.45 waktu setempat untuk mengambil buku-buku baru dan menyusun ke rak
buku sesuai tugas saya sebagai pegawai penyusunan buku. Lalu, apakah ada
hubungannya kejadian janggal pukul 12:45 dengan saya??” Ilham bertanya sambil
menggaruk belakang kepalanya yang terasa gatal karna keringat yang mulai
bercucuran dari pori-pori rambut belakangnya.
“Bisakah kamu memberi kami
penjelasan, untuk apa kamu memasuki ruangan staff tanpa mengenakan jaket dan
tiba-tiba kamu keluar dari ruangan itu mengenakan jaket? Apa yang terjadi
didalam ruangan itu? Bukankah itu yang terjadi sebelumnya?” Tanya Adam sambil
menaikkan alisnya dan membuka pintu ruang loker. Terlihat ada bayangan
seseorang dari belakang pintu tanpa menunjukkan wajahnya.
“Iya, benar, saya melihat
kejadian itu saat bertugas di meja kasir, kalau Ilham keluar dari ruangan itu
mengenakan jaket hitam. Seingat saya, ia hanya memakai seragam pegawai dan
memegang sebuah buntalan pakaian ditangan kanannya.” Jawab Jordi tanpa
menunjukkan wajahnya didepan para tersangka dan para petugas polisi.
“Dingin… Iya diruangan itu sangat dingin,
kebetulan badan saya juga tidak begitu sehat hari ini, jadi saya meminjam jaket
Alex ketika berada diruangan itu. Dan jaket itu terbawa olehku saat keluar
ruangan.” Dengan cepat Ilham membalas, setetes keringat terlihat keluar dari
dahi kanannya dan turun mengalir kepipinya.
“Itu hanya akal-akalanmu saja!
Lebih baik kamu mengaku jika kamulah pelaku pembunuhan ini! Kamu juga kan yang
mengirim chat kedua keponsel Nadya
menggunakan ponsel Alex dan kamu pula yang menaruh barang bukti pembunuhan
kedalam loker Tora agar lebih banyak tersangka yang dicurigai sebagai pelaku!”
Kali ini emosi mulai terlihat dari nada tinggi Adam.
“Jangan asal menuduh tanpa
mempunyai bukti yang jelas hanya karena aku memiliki kesempatan paling besar
dalam membunuh Alex! Lagi pula, untuk apa aku membunuh sahabatku sendiri!?”
Bentak Ilham diikuti dengan senyum kemenangan.
Adam memang belum memiliki bukti
yang kuat untuk membuktikan analisis sebelumnya itu, ia hanya bisa menundukkan
wajahnya kebawah dan berpikir keras apakah ada sebuah kejadian penting yang
terlewatkan. Tanpa adanya bukti yang cukup jelas, Pak Inspektur tidak bisa
melakukan apa-apa. Analisis Adam sebelumnya hanya membuat kecurigaan terhadap
Nadya semakin besar.
“Saya minta kerja sama kalian
berdua, Saudara Tora dan Saudari Nadya untuk memberikan penjelasan kalian
berdua dengan kami dikantor…” Ketika Pak Inspekur hampir selesai memberi arahan
dan menyiapkan borgol kedua untuk mengunci tangan Nadya, tiba-tiba terdengar
sebuah suara samar dari belakang pintu
loker yang sudah terbuka sejak tadi.
“Cakar.. Iya, luka cakaran
tangan.” Terdengar seseorang mengucapkan kalimat yang cukup aneh.
Semua orang yang berada di Perry’s Bookstore benar-benar melupakan
keberadaan tokoh utama pemecah misteri pembunuhan ini, terkecuali Adam. Suara
parau Mario sebelumnya menggema perlahan di ruang loker itu, Apa cakar yang
Mario maksud itu? Darimana saja ia selama panggung sandiwara ini berlangsung?
Dari dingin hingga ke panas, aura suasana yang kian terus bergantian sebelumnya
dilewatkan Mario begitu saja.
Mario mulai menghilangkan
keberadaan dari kerumunan itu layaknya Assasin sebelumnya, setelah Adam
menjelaskan beberapa trik yang digunakan pelaku untuk membunuh korban. Adam juga
meminta tolong Mario untuk memeriksa kembali rekaman CCTV lebih detil dan
memeriksa tiap luka yang berada di mayat korban yang masih berada diruangan
staff toko buku ini, ia menemukan beberapa hal ganjil pada kondisi mayat Alex.
Ditangan kanan Alex, tepatnya
diujung kuku empat jari tangan kanan Alex, dari jari kelingking hingga jari
telunjuknya terlihat bekas darah. Seharusnya, jika sang korban memegang
perutnya setelah ditusuk dengan pisau oleh pelaku pembunuhan, sudah pasti bekas
darahnya akan memenuhi telapak tangan kanan korban. Tetapi, mengapa bekas darah
hanya berada di keempat kuku jari tangan kanannya saja? Setelah berpikir
beberapa saat setelah menerka-nerka apa yang terjadi sebelumnya, ia
menyimpulkan jika Alex sempat memberi perlawanan ketika perutnya ditusuk dengan
cara menahan tangan pelaku sebelumnya tenaganya habis karena kehabisan darah
yang mengucur keluar dari perutnya. Dan hal ganjil lainnya adalah, mengapa Alex
tidak teriak atau meminta pertolongan ketika perutnya ditusuk oleh sang pelaku?
“Hei sobat, bolehkah saya melihat
kedua lengan tangan kamu?” Tanpa memberikan penjelasan yang lengkap untuk
alasan perkataannya barusan, Mario meminta Ilham untuk memperlihatkan lengannya
didepan para orang-orang.
Perlahan Ilham menggulung seragam
pegawai berlengan panjangnya itu hingga siku, dimulai dengan tangan kanannya
dan tidak terdapat luka sama sekali. Kemudian ia lanjut dengan tangan kirinya,
mengejutkan! Tepat seperti dugaannya, sangat jelas terlihat ada bekas luka yang
masih baru, empat luka cakar terlihat dilengan kirinya.
“Luka ini saya dapat tadi pagi
ketika saya menabrak pagar rumah saya ketika saya hendak berlari untuk
berangkat kerja di toko buku ini.” Jawab Ilham cepat dengan gelagat yang sangat
aneh.
“PRRAAAK!!” Mario melempar sebuah
kantong plastik hitam didepan kerumunan orang.
“Alasan apalagi yang akan kamu
berikan untuk kami untuk penjelasan yang beberapa barang ini. Dua buah cetak
foto hitam putih dengan potret yang sama dengan gambar CCTV yang berada didepan
ruang staff dan ruang loker. Dua buah pencapit yang cukup kuat dengan bentuk
yang aneh, dan kawat kecil yang mudah dibengkokkan?”
Kaki Ilham yang bergetar
membuatnya jatuh lemas karena Mario sudah menemukan barang bukti penting
lainnya dalam kasus pembunuhan ini. Perkataan Mario barusan sudah cukup membuat
Ilham terkejut, ia hanya bisa tertunduk malu, menatap kebawah dan tak berani
lagi menatap muka Nadya dan Tora yang berada tepat didepannya itu.
“Bagaimana mungkin kamu bisa
menemukan barang-barang itu? Barang itu berada diloker yang sudah tidak
terpakai di gudang toko buku ini, aku tak berpikir jika kamu bisa
menemukannya.” Ucapan Ilham ini bisa dibilang sebagai bentuk lain bahwa ia
mengakui perbuatan kejinya itu.
“Alex memang pantas mati! Ia
sudah berjanji padaku untuk menjaga hati Nadya seorang, bukan untuk menyakiti
hatinya dan tega berselingkuh dengan wanita lain. Bodoh sekali diriku ini sudah
mempercayai Alex untuk menjaga orang yang aku sayangi, tak cuma Nadya, akupun
telah dikhianati olehnya!” Tambah Ilham dengan penuh emosi dengan air mata yang
membasahi kedua pipinya.
“Aku benar-benat tidak percaya
kalau ucapanmu yang kudengar ini adalah sebuah kenyataan dalam hidupku ini,
kamu menyakiti hatiku lebih dari Alex jika seperti ini Ilham. Aku sangat
mempercayaimu layaknya kakak kandungku sendiri. Jangan pernah sekalipun kamu
menunjukkan wajahmu didepanku lagi, dengan menghilangkan keberadaanmu dari
hidupku mungkin aku akan memaafkan perbuatanmu kejimu ini!” Kesedihan teramat
dalam terlihat dari punggung Nadya yang hendak masuk ke ruang kantornya, ia
butuh waktu untuk menenangkan dirinya yang telah dkhianati oleh sahabatnya
sendiri.
“Tidaaaak!! Aku sangat menyesal!
Maafkan aku Nad! Aku melakukan perbuatan ini karena menurutku inilah yang
terbaik! Tunggu Nad….” Jeritan penyesalan Ilham tampak jelas menutup panggung
sandiwara para tersangka dalam misteri pembunuhan ini.
“Jika kamu benar-benar
menyayanginya, kamu tidak akan melakukan perbuatan kejimu ini. apalagi kamu
sampai menggunakan Nadya sebagai tameng perlindunganmu sebelumnya dengan
mengirimkan chat melalui ponsel Alex
ke ponsel Nadya sebelumnya.” Tegas Adam tidak setuju dengan ucapan dan
perbuatan iblis itu.
“Simpan penyesalanmu nanti di sel
jeruji mendatang! Silahkan renungkan perbuatanmu itu! Penyesalan memang selalu
datang terakhir sobat, berpikirlah sebelum bertindak lain kali. Dan asal kamu
tahu, yang terbaik menurutmu belum tentu yang terbaik pula bagi orang lain.”
Tambah Mario menyelipkan nasihat kecilnya.
Akhir kisah, Inspektur Polisi,
Mario, Adam dan para petugas polisi berjalan bersama keluat Perry’s Bookstore dan menuntun Ilham
Haryadi kearah mobil polisi untuk menginterogasi lebih lanjut untuk menanyakan
beberapa trik, barang bukti, dan motif pembbunuhan pada kasus kali ini. Iya,
Ilham hanya bisa berjalan menundukkan wajahnya kebawah dan tak berani
mengucapkan sepatah katapun.
“Kami benar-benar terbantu ‘lagi’
dengan kehadiran kalian berdua! Mungkin aku bisa memberi kalian berdua tempat
spesial dikantor polisi nanti jika kalian sudah cukup usia HAHAHAHA!” Tawa
lepas Pak Inspektur sangat besar hingga membuat beberapa pejalan kaki yang
melihat mereka tersentak kaget.
“Tentu saja! Kami memang hebat!
Kami berdua saling melengkapi dalam merumuskan sebuah masalah! Dengan senang
hati kami akan membantu jika ada kejadian seperti ini Pak Inspekutur!” Dengan
percaya diri yang besar Adam menjawab ucapan Pak Inspektur barusan.
“Benar sekali! Kami akan membantu
pihak kepolisian semaksimal mungkin. OH, iya! Pak Inspektur, jangan lupa untuk
mengambil barang bukti asli yang berada diloker dalam gudang toko buku ini.
untung saja aku ingat sebelum kita kembali pulang kerumah.. Hahahahaha.” itulah
jawaban yang cukup mengejutkan mereka berdua, ketika Mario bilang disaat
tertawa bersama.
Pak Inspektur dan Adam saling
bertatapan tak percaya setelah mendengar ucapan Mario barusan, dengan segera
Pak Inspektur membuka kantung plastik yang sebelumnya Mario lempar di ruang
loker. Didalam kantong plastik itu ternyata berisi, beberapa paku kecil, kawat
dan sebilah besi yang sudah berkarat.
“Instingmu benar-benar kuat nak!
Ternyata kamu hanya menggertak saja sebelumnya! Benar-benar tak masuk akal!
Haruskah aku salut padamu atau menegur perbuatanmu barusan nak?” pak Inspektur
hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala dengan mata sedikit melotot.
“Gila! Bagaimana jika Ilham tidak
memeberi tahu pada kita letak barang bukti lainnya yang berada digudang tadi?
Bukankah akan berakibat fatal? Bisa jadi, barang bukti yang digunakan pelaku
tidak ditemukan sampai sekarang!” Perkataan Adam yang biasanya memperlihatkan
kelucuan untuk mencairkan suasana menjadi hilang sesaat, ia benar-benar dibuat shock juga oleh sobatnya sendiri.
“Tenang sobatku! Tenang Pak
Inspektur! Semua sudah saya pikirkan matang-matang sebelumnya. Seandainya tadi
Ilham tidak memberi tahu letak barang bukti lainnya, aku akan meminta salah
satu petugas polisi untuk mengidentifikasi darah yang berada disalah satu
korban jari korban, dan meminta masing-masing sample darah tersangka. Kemudian
tinggal kita cocokan dengan saja, dan ketika kita sudah menemukan darah siapa
yang cocok, dengan mudah Pak Inspektur menemukan pelaku dan bapak bisa
menanyakan barang bukti lainnya saat diinterogasi nanti.” Penjelasan Mario yang
sangat jelas, telah menenangkan hati Pak Inspektur yang sempat meragukannya
tadi.
“Bagaimana dengan pencapit dan
foto hitam putih itu?” Tanya Adam cepat.
“Untuk hal itu, memang aku sudah
menduga bahwa sang pelaku memang menggunakan sebuah alat yang dapat mencapit
kertas yang bisa digantung di CCTV toko buku ini. Terlihat dari goresan tipis
yang berada dikedua CCTV depan ruang staff dan ruang loker. Aku berulang kali
memperhatikan rekamannya tanpa memalingkan mata sedikitpun dari layar kamera
pengawas. Untuk beberapa waktu, ada gerakan cepat dan membuat rekaman CCTV ini
terasa diam untuk beberapa menit. Dan kebetulan saja CCTV pada toko buku ini
hanya berwarna hitam putih.” Jelas Mario lagi untuk melengkapi yang misteri
kali ini.
Gelengan kepala Pak Inspektur
terlihat kagum, tidak percaya, terkejut? Mungkin itu yang sekarang ada dalam
benaknya. Ia tak menyangka kalau Mario sudah berpikir sejauh itu, apakah anak
seumurannya memang sepintar dan secermat ini?
“Nak Adam, hampir saya lupa,
bagaimana dengan chat kedua yang Nadya Perry terima diponselnya? Bagaimana kamu
bisa mengetahui kalau itu termasuk dalam trik pembunuhan kali ini?” Tanya Pak
Inspektur dengan kerutan dahi diwajahnya yang belum hilang dari penjelasan
Mario sebelumnya.
“Chat yang pertama, Axel
memanggil Nadya dengan kata ‘Sayang’, lalu mengapa chat kedua ia memanggil
Nadya dengan kata ‘Nad’? Menurutku itu cukup aneh, dan selagi aku memperhatikan
para tersangka saling berdebat sebelumnya, Ilham terdengar sudah terbiasa
memanggilnya dengan Nad, sedangkan Tora tidak memanggil sapaan ke Nadya sedari
tadi.” Adam menjawab dengan senyum manisnya seperti biasa.
“Terima kasih untuk penjelasan
kalian berdua yang sangat masuk akal! Semoga kita bertemu lagi dilain waktu ya!
Kalau bisa tidak dalam sebuah pertemuan tak mengenakan seperti ini Hahahaha!”
Pak Inspektur berkata sambil melambaikan tangan dan memasuki mobil untuk menuju
kantor polisi.
Sekali lagi, kemenangan kali ini
diraih oleh kebenaran. Sepintar-pintarnya tupai meloncat, pasti ada kalanya ia
terjatuh. Begitu pula dengan kebohongan, sepintar-pintarnya seorang menutupi
kebohongan, ada kalanya pula ia akan ketahuan. Perumpaan yang sering kita
dengar bukan? Tetapi, memang itulah yang terjadi, suatu saat nanti, kebenaran
akan berada dipuncak tertinggi dunia.[]